Malam Selawe: Tradisi Masyarakat Gresik Menjemput Berkah Lailatul Qadar

Yuhuu sobat Chan semuanya!!! Gimana nih kabar kalian? Sehat selalu kan? Oiya, jangan lupa untuk terus memperdalam ilmu setiap harinya ya, salah satunya dengan memperkaya informasi melalui kegiatan membaca. Semoga, sobat semua gak ada yang bosan berkunjung ke halaman ini ya hehehe..

Well, masih dengan kekayaan Kota Gresik nih, kira-kira mau bahas apalagi ya? Sebenarnya banyak hal yang belum aku share disini, sobat! Nah, karena sebulan lagi kita akan memasuki nuansa Ramadhan, so ada baiknya untuk mengetahui lebih lanjut tradisi, kebudayaan, dan adat istiadat masyarakat Gresik dalam menyambut atau memeriahkan bulan puasa yang penuh berkah ini.

(Sumber: Ragam Pengetahuan - Wordpress.com)

Yapp.. Malam Selawe (25), merupakan salah satu tradisi terkenal di Kota Gresik untuk meramaikan Bulan Ramadhan. Sobat sekalian pasti kenal dengan sosok Sunan Giri atau Raden Paku kan? Salah seorang Wali Songo yang menyebarkan agama Islam di Tanah Jawa. Bersama dengan Maulana Malik Ibrahim, mereka berfokus menyiarkan ajaran Tauhid tersebut di daerah Gresik, sebuah kota kecil di pesisir timur utara Pulau Jawa. Nah, tradisi Malam Selawe ini merupakan salah satu bentuk penghormatan kepada Sunan Giri. Bagaimana sejarahnya? Here the story begins..

Secara historis, Malam ke-25 Ramadhan biasanya digunakan oleh warga setempat untuk berziarah ke makam leluhur, sekedar memanjatkan do'a dan mengharapkan berkah dari Allah SWT. Pada awalnya, tradisi ini digunakan oleh Sunan Giri untuk berkunjung ke makam Sunan Gresik (Maulana Malik Ibrahim) untuk mendapatkan berkah Lailatul Qadar (malam 1000 bulan). Dalam Al-Qur'an dijelaskan, barangsiapa yang fokus beribadah pada 10 malam terakhir bulan Ramadhan, maka Allah akan meningkatkan derajatnya dan dibalaskan dengan takaran pahala lebih dari 1000 bulan.

(Sumber: gresiknews.co)

Sejak wafatnya Sunan Giri, Malam Selawe sempat mengalami pergeseran makna oleh warga sekitar, namun tetap dengan esensi serupa. Dengan tujuan dan harapan yang sama, mereka berziarah ke makam Sunan Gresik pada pagi hingga siang hari. Kemudiian menjelang sore, peziarah akan berpindah naik menuju peristirahatan Sunan Giri. Pengunjung tidak hanya berasal dari dalam kota, melainkan hampir seluruh daerah di Pulau Jawa. Pasca sholat Maghrib, kemudian peziarah melakukan do'a bersama di sekitar makam, dan dilanjutkan dengan sholat Isya dan Tasbih berjamaah. Dikarenakan, pada malam itu diyakini sebagai saat turunnya Al-Quran sebagai wahyu yang diterima oleh Nabi Muhammad SAW. Para Malaikat juga diizinkan keluar dari Surga untuk mengamati kegiatan manusia di 10 malam terakhir bulan Ramadhan. 

(Sumber: desagiri.com)

Meskipun dulu tradisi Malam Selawe selalu identik dengan ibadah mencari berkah Lailatul Qadar, dewasa ini masyarakat Gresik justru mengubahnya menjadi lebih semarak. Kegiatan diarahkan menuju pesta rakyat, dimana seluruh warga tumpah ruah menghadiri festival yang hanya diadakan setahun sekali. Beberapa orang datang kemari memiliki beragam tujuan, seperti wisata kuliner, rekreasi keluarga, menikmati malam bersama kekasih, berburu barang diskon, atau hanya sekedar memanjakan mata. Sebenarnya nuansa edukasi religi juga masih kental ketika pengunjung bersedia naik hingga ke kawasan makam Sunan Giri. Disana, dapat sekalian mempelajari tentang sejarah Wali Songo, penyebaran Islam di Nusantara, hingga asal mula Kota Gresik. Namun demikian, karena ini tempat umum dan sesak dengan kerumunan manusia, maka pengunjung dimohon untuk selalu menjaga keamanan barang pribadi masing-masing.

Untuk menambah kemeriahan Festival Malam Selawe, kini juga dihadirkan pameran Giri Expo (kerajinan khas Gresik), seperti damar kurung, batik bandeng, dan permainan memasak. Sudah dilaksanakan selama tiga tahun berturut-turut, bahkan terkadang juga dimeriahkan oleh band lokal. Tujuannya adalah supaya kegiatan Malam Selawe tidak monoton hanya dengan melakukan kegiatan ibadah, terlebih juga wadah masyarakat untuk berekspresi dan merehatkan pikiran. Namun demikian, sejumlah orang berpendapat bahwa tradisi ini telah kehilangan jati diri, karena kebanyakan pengunjung yang hadir tidak berziarah ke Makam Sunan Giri, melainkan hanya menikmati pasar malam. Sebaliknya, mayoritas pemuda justru menganggap bahwa modernisasi tersebut lebih bersifat positif. Ramadhan adalah bulan yang penuh suka cita, dogma tradisional tidaklah relevan dengan kehidupan sekarang, ibadah bukan lagi hal saklek, melainkan tanggung jawab pribadi dan bukan sesuatu yang harus dipaksakan.

(Sejarah dan Budaya Kota Gresik)

Nah gimana sobat Chan penjelasan di atas? Kalau menurut penulis sendiri, kenyataan yang terjadi sekarang adalah tradisi Malam Selawe telah kehilangan esensi dan jati diri. Dulunya, kegiatan ini digunakan warga untuk beribadah, berziarah, dan berdo'a untuk mendapatkan berkah Lailatul Qadar di 10 hari terakhir Bulan Ramadhan. Namun sekarang keadaan justru berbanding terbalik, masyarakat berhamburan datang menikmati Festival Malam Selawe bukan lagi untuk mencari ridha Allah SWT, terlebih sebagai kegiatan refreshing dan jalan-jalan. Semakin banyak pedagang, maka antusiasme warga justru meningkat pesat, sebaliknya apabila tidak ada penjual, maka Malam Selawe akan sepi pengunjung. Lalu, bagaimana urgensi yang sebenarnya? Semua tergantung dari perspektif setiap individu.

Tempat                  : Sepanjang Jalan Sunan Giri
Waktu                     : Malam ke-25 Ramadhan (16.00-02.00)
Diresmikan oleh   : Bupati Gresik

Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

Situs Giri Kedaton: Bukti Peradaban Islam di Nusantara

Dapur Rumahan: Rindu Kelezatan Sego Roomo

Kampung Kemasan: Bukti Sejarah Akulturasi Kebudayaan China, Arab, Eropa, dan Indonesia