Situs Giri Kedaton: Bukti Peradaban Islam di Nusantara

(Sumber: www.youtube.com // Oriza Production)


Thomas Stamford Raffles dalam bukunya The History of Java mengungkapkan bahwa nama Gresik berasal dari kata Giri Gisik, yang berarti "Gunung di Tepi Pantai", merujuk pada topografi kota yang berada di pinggir Pantai. Menurut catatan dari Tiongkok, Gresik didirikan pada abad ke-14 oleh seorang Tionghoa. Sejak abad ke-11, Gresik menjadi pusat perdagangan dan kota bandar yang dikunjungi oleh Bangsa Cina, Arab, Champa, dan Gujarat. 

Gresik mulai tampil menonjol dalam peraturan sejarah sejak berkembangnya Agama Islam di Tanah Jawa. Tokoh pembawa dan penyebar tersebut tidak lain adalah Syech Maulana Malik Ibrahim yang bersama-sama Fatimah Binti Maimun masuk ke Gresik pada awal abad ke-11. Di sisi lain, kelahiran dan perkembangan Kota ini juga tidak terlepas dari nama Nyai Ageng Pinatih, janda kaya raya yang juga seorang syahbandar. Dari sinilah, akan ditemukan nama tokoh yang kemudian menjadi tonggak sejarah berdirinya Kota Gresik. Dia adalah seorang bayi asal Blambangan (Banyuwangi) yang dibuang ke laut oleh orang tuanya, ditemukan oleh para pelaut anak buah Nyai Ageng Pinatih, dan kemudian diberi nama Jaka Samudra. 

Awal Berdirinya

Giri Kedaton didirikan oleh Jaka Samudra atau Raden Paku, seorang anggota Walisongo tahun 1487. Suatu ketika dikisahkan, Raden Paku pergi menemui ayahnya yang menjadi ulama di Pasai, bernama Maulana Ishak. Ayahnya itu menyuruhnya untuk membangun sebuah pondok pesantren di daerah Gresik.

Raden Paku menemukan tanah yang mirip dengan tempat tinggal ayahnya. Tanah tersebut terletak di Bukit Giri (sekarang masuk kecamatan Kebomas, Gresik). Di atas bukit itu didirikan sebuah pesantren bernama Giri Kedaton. Sebagai seorang pemimpin, Raden Paku mendapat gelar Prabu Satmata atau Sunan Giri I.

Perkembangan

Meskipun hanya sekolah agama, namun murid-murid Giri Kedaton berdatangan dari segala penjuru, bahkan dari Ternate. Murid-murid Giri Kedaton ini tidak hanya kalangan rakyat kecil, namun juga para pangeran dan bangsawan.

Kerajaan Majapahit yang sudah rapuh merasa khawatir melihat perkembangan Giri Kedaton. Para pangeran yang telah menamatkan pendidikan mereka setelah kembali ke negeri masing-masing mengobarkan semangat baru untuk lepas dari kekuasaan Majapahit. Daerah kekuasaan Majapahit memang semakin berkurang sejak meletusnya Perang Paregreg tahun 1401–1406.

Dikisahkan pula, Majapahit menyuruh sekutunya yang masih setia, yaitu Sengguruh, untuk menyerang Giri. Pihak Giri yang hanya terdiri dari para santri tentu saja mengalami kekalahan. Pemimpinnya, yaitu Sunan Dalem sampai mengungsi ke Desa Gumena, Kecamatan Manyar.


Puncak Kejayaan

Giri Kedaton mengalami puncak kejayaan di bawah kepemimpinan Sunan Prapen tahun 1548–1605. Saat itu Giri tidak hanya sekadar sekolah agama, namun juga menjadi “kerajaan” yang meiliki kekuatan politik.

Misalnya, Sunan Prapen dikisahkan menjadi pelantik Sultan Adiwijaya raja Pajang. Ia juga menjadi mediator pertemuan antara Adiwijaya dengan para bupati Jawa Timur tahun 1568. Dalam pertemuan itu, para bupati Jawa Timur sepakat mengakui kekuasaan Pajang sebagai kelanjutan Kesultanan Demak.

Sunan Prapen juga menjadi juru damai peperangan antara Panembahan Senopati raja Mataram melawan Jayalengkara bupati Surabaya tahun 1588. Peperangan itu dilatarbelakangi oleh penolakan para bupati Jawa Timur terhadap kekuasaan Senopati yang telah meruntuhkan Kesultanan Pajang.
Tidak hanya itu, Sunan Prapen hampir selalu menjadi pelantik setiap ada raja Islam yang naik tahta di segenap penjuru Nusantara.

Dikalahkan Mataram

Kesultanan Mataram di bawah pemerintahan Sultan Agung menghendaki agar Giri Kedaton tunduk sebagai daerah bawahan. Pada tahun 1630 Giri Kedaton di bawah pimpinan Sunan Kawis Guwa menolak kekuasan Mataram. Tidak seorang pun perwira Mataram yang berani menghadapi Giri. Rupanya mereka masih takut akan kekeramatan Walisongo meskipun dewan tersebut sudah tidak ada lagi. Sultan Agung pun menunjuk iparnya, yaitu Pangeran Pekik putra Jayalengkara dari Surabaya untuk menghadapi Giri. Semangat pasukan Mataram bangkit karena Pangeran Pekik merupakan keturunan Sunan Ampel, sementara Sunan Kawis Guwa adalah keturunan Sunan Giri I, di mana Sunan Giri I adalah murid Sunan Ampel.

Perang akhirnya dimenangkan oleh pihak Mataram di mana Giri Kedaton takluk sekitar tahun 1636. Sunan Kawis Guwa dipersilakan untuk tetap memimpin Giri dengan syarat harus tunduk kepada Mataram. Sejak saat itu, wibawa Giri Kedaton pun memudar. Pengganti Sunan Kawis Guwa tidak lagi bergelar Sunan Giri, melainkan bergelar Panembahan Ageng Giri. Gelar Panembahan dan Giri memengaruhi penguasa Kerajaan Tanjungpura di Kalimantan Barat ketika memeluk Islam menggunakan gelar Panembahan Giri Kusuma.


Keruntuhan

Giri Kedaton yang sudah menjadi bawahan Mataram kemudian mendukung pemberontakan Trunojoyo dari Madura terhadap pemerintahan Amangkurat I putra Sultan Agung. Panembahan Ageng Giri aktif mencari dukungan untuk memperkuat barisan pemberontak.

Puncak pemberontakan terjadi tahun 1677 di mana Kesultanan Mataram mengalami keruntuhan. Amangkurat I sendiri tewas dalam pelarian. Putranya yang bergelar Amangkurat II bersekutu dengan VOC melancarkan aksi pembalasan.

Amangkurat II yang menjadi raja tanpa takhta berhasil menghancurkan pemberontakan Trunojoyo akhir tahun 1679. Sekutu Trunojoyo yang bertahan paling akhir adalah Giri Kedaton. Pada bulan April 1680 serangan besar-besaran terhadap Giri dilancarkan oleh VOC–Belanda. Murid andalan Giri yang menjadi panglima para santri bernama Pangeran Singosari gugur dalam peperangan.

Panembahan Ageng Giri ditangkap dan dihukum mati menggunakan cambuk. Tidak hanya itu, anggota keluarganya juga dimusnahkan. Sejak saat itu berakhirlah riwayat Giri Kedaton.

Manfaat

Giri Kedaton berdampak positif bagi masyarakat karena dapat mengajarkan masyarakat tentang pentingnya sejarah Agama Islam di Kabupaten Gresik dan dapat menjadi wisata religi bagi khalayak ramai. Dengan adanya Situs Giri Kedaton sebagai pusat pembelajaran sejarah sekaligus tempat rekreasi, dapat memberikan beberapa manfaat yang tidak hanya dirasakan oleh pengunjung, tetapi juga warga sekitar. Warga sekitar dapat memanfaatkan kondisi serupa dengan membangun tempat makan, jasa fotografer, pijat urut, dan lain sebagainya. Hal ini tentu akan berdampak positif kepada perekonomian masyarakat.

Cara Melestarikan

1. Melakukan pendataaan dan pencatatan berbagai peninggalan sejarah.
2. Mengumpulkan benda-benda bersejarah dan disimpan di dalam museum.
3. Merawat dan menjaga agar tidak rusak.
4. Melakukan pemugaran atau penataan kembali bangunan bersejarah yang sudah rusak.
5. Menyebarluaskan informasi mengenai peninggalan sejarah yang ada kepada masyarakat.

Melestarikan situs bersejarah yang merupakan bukti peradaban kuno adalah sebuah tanggung jawab besar yang harus dipikul oleh setiap lapisan masyarakat. Generasi Muda diharapkan mampu menjadikan situs bersejarah sebagai sebuah informasi penting dari sebuah kisah masa lalu yang mengajarkan kepada kita betapa pentingnya belajar dari pengalaman yang akan menuntun kita untuk menghadapi masa depan. Situs Giri Kedaton adalah salah satu bukti sejarah yang amat kental dengan nuansa Islam yang harus tetap dijaga kelestarian dan keasliannya.

Comments

Popular posts from this blog

Malam Selawe: Tradisi Masyarakat Gresik Menjemput Berkah Lailatul Qadar

Dapur Rumahan: Nasi Krawu yang Merambah Dunia Internasional

Dapur Rumahan: Rindu Kelezatan Sego Roomo