Sego Roomo: Kisah Wanita Tua Penjual Bubur Tradisional

Apa kabar sobat Chan semuanya? Yuhuu aku kembali lagi nih, dan sekarang aku bakalan promosi ke kalian semua tentang satu makanan khas Gresik yang mungkin belum dikenal banyak orang. Wah apaan ya? Penasaran kan?

(Sego Roomo // Foto: PADMAGZ)

Nah, udah pada lihat gambarnya kan? Pasti kalian semua pada kebingungan dan bertanya-tanya. Makanan apa sih itu? Kok teksturnya begitu? Gimana sih rasanya? Itu yang putih apaan? Well, boleh banget kok kepo, tapi sabar ya.. di bawah ini bakalan ada penjelasan tentang makanan tersebut, yakni SEGO ROOMO!!!

Beberapa orang ketika mendengar kata Gresik, pasti yang terbesit dalam benak mereka adalah kuliner Nasi Krawu dan Pudak. Padahal, kota ini juga menyajikan satu lagi masakan yang sangat menggiurkan. Sego Roomo atau yang dalam bahasa Indonesia berarti Nasi Roomo, adalah sebuah bubur berwarna orange yang disajikan di atas daun pisang. Pasti bingung kan kenapa dikasih nama Sego atau Nasi padahal bentuknya seperti Bubur? Begini sejarahnya...

Alkisah, hiduplah salah seorang wanita parubaya di Desa Roomo, Kecamatan Manyar, Kabupaten Gresik. Beliau dan keluarganya harus berjuang untuk memenuhi perekonomian agar dapat bertahan hidup. Anak-anaknya yang masih kecil, menjadikan beban tersendiri bagi wanita tua tersebut, beliau berpikir bagaimanapun caranya harus terus berjuang mendapat penghidupan yang layak.

Hingga suatu ketika, wanita tersebut berjalan keluar Desa untuk mencari sumber penghasilan. Hingga, tiba-tiba beliau bertemu dengan salah seorang wali bersorban putih dan memegang tasbih di tangan kanannya. Wali tersebut bertanya, apa yang sedang dilakukan wanita itu? Berjalan sendiri bagaikan orang kebingungan. Perempuan tua itu pun menjawab, beliau berdalih bahwa selama bertahun-tahun hidup tidak pernah sejahtera dan selalu kekurangan. Hingga puncaknya, saat ini wanita itu tidak tahu lagi harus berbuat apa, tidak ada sumber penghasian sedikit pun yang mampu memenuhi kebutuhan hidupnya beserta keluarga.

Sang Wali tersebut mengerti apa yang sebenarnya sedang dialami wanita parubaya tersebut. Beliau pun berkata "Kembalilah ke tempatmu, dan kemudian jual desamu. Kelak, kau akan mendapat kesejahteraan darisana. Percayalah!". Wanita tersebut sempat tidak kebingungan dengan maksud perintah wali tersebut. Ketika hendak bertanya, sang wali menolak dengan alasan harus segera bertemu dengan muridnya dan memerintahkan perempuan itu untuk segera kembali ke desanya. Tanpa pikir panjang, beliau langsung memutar balik arah dan segera kembali menemui keluarganya. Namun, di tengah perjalanan wanita itu kemudian tersadar maksud dari perkataan wali untuk 'menjual desa'.

Sesampainya di rumah, beliau langsung menceritakan pertemuannya dengan sang wali kepada suami tercinta. Mereka pun menyanggupi apa yang harus diperbuat, berjualan nasi berwarna orange yang biasa disantap oleh penduduk sekitar. Keesokan harinya, wanita itu menjajakan kuliner tersebut keluar desa (daerah pasar Gresik), sebagian orang sempat memandang sebelah mata dengan menyebutnya 'hidangan aneh'. Wanita parubaya tersebut tidak pantang menyerah, pertama kali ia berjualan dengan harga murah untuk promosi. Beliau juga menjelaskan kepada calon pembeli bahan-bahan yang digunakan dan sejarah makanan itu. Alhasil, masyarakat mulai menyesuaikan diri dengan kehadiran kuliner baru tersebut yang dianggap tidak biasa.

Orang-orang kemudian mulai menyebutnya dengan Sego Roomo karena berasal dari Desa Roomo. Sedangkan kenapa disebut Sego atau Nasi? Konon, wanita tua itu tidak dapat menyantap nasi dengan tekstur yang padat karena usia, sehingga beliau menambahkan takaran air dan jadilah seperti bubur. Jadi, tidak masalah apabila menyebutnya dengan julukan Nasi Roomo ataupun Bubur Roomo, karena keduanya sama saja.

(Penjual Sego Roomo di Kawasan Pasar Gresik // Foto: publicinsta.com)
Nah, sejak kehadiran wanita tua itu berjualan di daerah pasar Gresik, mulai banyak orang penasaran dengan resep pembuatan makanan itu (soon akan dibikinin artikel khusus ya). Lambat laun, penjual Bubur Roomo mulai bervariasi, banyak di antara mereka menjajakan dengan tambahan sate cecek, telur puyuh, hingga hati rempela. Meskipun pada dasarnya, kuliner ini hanya disajikan dengan lontong atau ketupat yang diletakkan pada takir (daun pisang) dan diratakan. Kemudian ditaburi oleh sayuran, poyah putih, kerupuk (udang atau rambak), dan sambal. Terakhir, siram dengan bubur orange tersebut.

Mirisnya, dewasa ini penjual Sego Roomo semakin sulit ditemui, dan banyak orang modern yang kurang menyukai hidangan ini. Sangat disayangkan ya Sobat, Chan? Padahal, kuliner tradisional ini merupakan aset untuk memperkenalkan daerah kita ke masyarakat luas.


Comments

Popular posts from this blog

Malam Selawe: Tradisi Masyarakat Gresik Menjemput Berkah Lailatul Qadar

Situs Giri Kedaton: Bukti Peradaban Islam di Nusantara

Dapur Rumahan: Rindu Kelezatan Sego Roomo